MENULIS MOMEN SPESIAL SAAT MENGAJAR

Resume ke - 6
Belajar menulis gelombang ke - 7

Narasumber          :  MUNIF CHATIB
Materi                     : MENULIS MOMEN SPESIAL SAAT MENGAJAR   
Waktu                     : 03 April  2020

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu


     Perkuliahan online pada malam ini adalah Menulis momen spesial saat mengajar yang disampaikan oleh Bapak Munif Chatib. Walaupun diriku sudah mengajar lama rupanya pada saat kita mengajar setiap hari bisa menjadi sebuah buku yang dapat kita terbitkan. semuanya bisa rangkum menjadi sebuah buku jika pada saat mengajar kita tuliskan, Apa saja momen spesial pada saat kita mengajar."

     Momen spesial adalah Kejadian Khusus yang terjadi dalam proses pembelajaran antara guru dengan siswa baik didalam maupun di luar kelas. Momen spesial mempunyai potensi untuk masuk ke Memori jangka panjang, yang tak terlupakan seumur hidup. Momen spesial meliputi yaitu :
1. Perubahan motivasi   adalah Semula tidak berminat akhirnya menjadi berminat atau 
                                                   sebaliknya.
2. Perubahan kemampuan adalah Semula tidak mampu menjadi mampu atau sebaliknya.
3. Perubahan sikap adalah Semula tidak rajin akhirnya menjadi rajin atau sebaliknya. 
Jadi dari ketiga hal yang diatas yang merupakan syarat dari momen spesial. Guru harus peka terhadap kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat mengajar.

     Pada saat mengajar kita tidak lari dari Proses pembelajaran yaitu :
1. Pendahuluan
2. Inti
3. Penutup
Dari setiap proses belajar mempunyai peluang terjadinya momen spesial, Menjadi bahan baku menulis.

     Mengapa momen spesial harus ditulis,hal ini meliputi 3 hal :
1. Pembaca tidak akan lupa seumur hidup, sebab masuk memori jangka panjang.
2. Potensi menjadi tulisan yang dibaca,dikenang, dibagikan dan dicari.
3. Mudah ditulis, artikel bebas , tidak ketat aturan artikel ilmiah.

     Ada 5 pintu pembuka  memori jangka panjang panjang :
1. First Experience ( Pengalaman pertama bagi siswa )
2. Relevance ( Kejadian yang berhubungan antara materi pelajaran dengan kondisi siswa)
3. Rehearsal ( Pelajaran yang diulang ulang )
4. Emosional ( Perasaan yang diaduk aduk , perasaan bahagia, takut, sedih dll )
5. Survival (Mengajar mengandung unsur (keselamatan hidup / kejadian yang tidak normal )

     Tahapan dalam menulis momen spesial :
1. Catat atau rekam kejadian momen spesial pada saat terjadi, jangan ditunda.
2. Elaborasi, mencari data data pendukung terhadap momen spesial.Data fakta, bertanya, 
    imajinasi.
3. Menulis dalam bentuk artikel bebas

     Momen spesial yang telah dijabarkan oleh pak munif ini sangat menarik sekali. jika dilihat dari materi Menuis momen spesial saat mengajar ini merupakan hal yang sering dialami dalam proses belajar mengajar, tetapi karena tidak mengetahui bahwa setiap yang terjadi didalam maupun diluar kelas akan bisa menjadi sebuah buku jika pada awalnya setiap kejadian itu  kita tulis. Jadi lama kelamaan setiap perubahan yang dilakukan oleh siswa dapat ditanggapi dengan peka. Bahwasanya setiap siswa akan mempunyai memori jangka panjang dalam pembelajaran dan gurupun selalu menanggapi atau peka terhadap perubahan siswa setiap waktu.  

     Berikut ini tulisan pak munif yang sangat menarik hati saya ,

                          80 MENIT DI KELAS NERAKA* Oleh Munif Chatib 

     Handphone berdering. Seorang teman, kepala sekolah, meminta waktu saya untuk dapat mengajar di SMP, tepatnya di kelas 8 B. Beliau mengatakan agar sekali dayung tiga empat pulau terlampau. Pak Munif mengajar dengan strategi multiple intelligences, para guru nanti mengobservasi. Setelah itu dibahas bersama dalam pelatihan guru. Saya menyetujui dengan senang hati. Namun keringat dingin menjalar, ketika saya tanya mengapa harus SMP Kelas 8 B? “Itu kelas paling nakal, siswanya tidak bisa diatur. Hampir semua guru kewalahan mengajar di kelas itu. Siswanya tidak menghargai guru. Membuat ‘geregetan’ guru dan akhirnya semangat guru menurun kala harus mengajar di kelas tersebut. Dan temanya adalah ‘MENGHORMATI GURU’,” jawab kepala sekolah tersebut. Saya cuma bisa menelan ludah. Membayangkan mengajar tema menghormati guru di kelas yang semua siswanya paling tidak mau menghormati guru.Tak sabar menunggu subuh, saya mulai membuat lessonplan. Tepat pukul 08.00 saya sudah berada di sekolah tersebut. Dengan ditemani kepala sekolah, saya mendapatkan informasi yang ‘mengerikan’ tentang kondisi siswa di kelas tersebut. “Kami, para guru sudah habis-habisan, namun hasilnya masih tidak seberapa. Dengan cara apalagi?” keluh kepala sekolah. Beberapa guru bergantian cerita pengalama yang mengerikan ketika mengajar di kelas tersebut. Sembari menyebutkan beberapa nama yang termasuk ‘biang kerok’ kelas tersebut. Kaptennya adalah si Malik, sang ketua kelas. Namanya mirip dengan nama malaikat penjaga neraka. Tanpa sadar, teman-teman guru telah membangun tembok-tembok penghalang antara saya dengan anak-anak di kelas 8 tersebut. Tembok penghalang itu terasa memenuhi kepala saya. Terdengar bunyi bel pertanda pergantian guru. Diiringi beberapa guru, saya menaiki tangga lantai 2. Saat melangkah saya berusaha merobohkan tembok-tembok penghalang yang memenuhi isi kepala saya. Akhirnya tepatlah saya berdiri di depan pintu kelas ‘panas’ tersebut. Dengan mengucapkan bismillah, saya memasukinya sembari saya buang semua gambaran negatif tentang siswa di kelas itu. Saya membayangkan semua siswanya baik, dapat di ajak kerja sama. Tidak ada siswa yang nakal dan kurang ajar. Semua siswa tersebut pasti akan mau menjadi sahabat saya. Dan mereka mau dengan rela mengikuti pelajaran ini. Lalu target materi tuntas. Saya melakukan ‘positive thinking’ di depan kelas tersebut.

     Dan benar, saat di dalam kelas, saya menatap wajah mereka satu persatu. Wow luar biasa, saya melihat wajah-wajah siswa yang haus akan ilmu pengetahuan. Wajah-wajah yang haus sentuhan pengajaran yang manusiawi. Saya memperkenalkan diri dengan cara yang unik dan meminta semua siswa mengenalkan diri dengan menyebut cita-citanya 15 tahun lagi. Hampir semuanya ingin menjadi pemain bola. Tak lupa saya langsung mendoakan mereka agar Allah mengabulkan cita-cita mereka. “Amiiiiiiin,” serentak mereka menjawab. Alhamdulillah, menit-menit awal saya merasa berhasil mengambil hati anakanak ‘unik’ ini. Saya tambah semangat menggilir siswa-siswa tersebut tenggelam dalam profesi masa depannya. Saya bertanya kepasa setiap siswa, mengapa ingin menjadi pemain bola. Walhasil tidak ada satupun siswa yang diam. Ternyata satu hal yang penting, anak-anak yang katanya nakal ini ternyata mempunyai mimpi, mempunyai harapan, berarti mereka mempunyai motivasi untuk belajar. ”Anak-anakku, 30 menit ke depan kita akan berdiskusi. Untuk itu saya membutuhkan seorang notulen dan moderator. Kalian dibagi menjadi 4 kelompok, terserah terbagi atas dasar apa, pokoknya ada unsur persamaannya. Sebagai moderator saya sendiri dan notulennya saya minta dari kalian yang tulisannya bagus.” Langsung Nasyirudin angkat tangan, siap menjadi notulen. Saya meminta semua seisi kelas memberi tepuk tangan kepada Nasyirudin. “Nasyirudin, keberhasilan pelajaran ini 75% tergantung kepada kelihaian kamu merangkup proses dan hasil diskusi ini,” saya menegaskan. “Siap Pak Munif,” jawab Nasyirudin dengan semangat sembari menyiapkan buku tulis dan pulpennya. “Hanya 10 detik, waktu kalian hanya 10 detik untuk membentuk 4 kelompok. Satu, dua tiga ...,” perintah saya setengah berteriak. Maklum sudah kadung terbakar. Praktis kelas ribut dan subhanallah tepat 10 detik, kelas sudah terbagi menjadi 4 kelompok dengan 4 nama yang dibuat mereka sendiri. Saya tambah yakin kehadiran saya benar-benar diterima oleh mereka. Lalu saya meminta setiap siswa membuka halaman kosong di buku tulisnya masing-masing. Lalu saya minta mereka menuliskan satu nama guru mereka, yang selama ini mereka anggap negatif. Apakah guru itu tidak menyenangkan, sering menyakitkan hati, atau lainnya, pokoknya yang negatif. “Tulis satu nama guru kalian tepat ditengah kertas. Lalu di sampingnya beri tanda tanya besar. Lalu tutup kembali buku tersebut. Nanti di akhir pelajaran kita akan buka kembali,” kata saya. Mereka berpikir sejenak. Ada yang tersenyum, saling menoleh kepada temantemannya. Ada yang geleng-gelang kepala. Saya merasa ada penghalang dan saya tahu itu. Mereka tidak enak dengan guru mereka yang sedang duduk di belakang kelas. Langsung saya berkata,

     “Anak-anakku, jika guru tersebut ada di belakang kelas kita, tidak apa-apa. Tulis saja lalu tutup. Tidak akan pernah ada yang tahu.” Rupanya kata-kata saya seperti menjadi penenang buat para siswa. Dan tak lama kemudian mereka semua selesai menulis satu nama itu. Memang dengan berat sekali nama itu ditulis. Saya memulai diskusi dengan melemparkan sebuah masalah kepada semua kelompok. Masalahnya adalah apa saja penyebab kebanyakan siswa tidak suka kepada guru, sehingga mereka tidak menghormati guru. Apa saja penyebabnya. “Waktu hanya 10 menit, diskusikan apa saja penyebabnya. Lalu wakil per kelompok maju untuk presentasi.” Luar biasa, belum 10 menit mereka sudah rampung menyelesaikan masalah pertama. Yang membuat saya dan teman-teman guru terhenyak adalah presentasi setiap kelompok. “Yang membuat guru tidak menyenangkan adalah sering memerintah mencatat terus sampai tangan saya capai.” “Sering marah tanpa ada sebab.” “Tidak boleh ke toilet.” “Cerewet.” “Sering memberi tugas berat.” “Kalau ada siswa berantem, malah di adu.” Saya tahu suasana kelas tiba-tiba menjadi tegang. Betapa tidak, di belakang mereka adalah guru-guru mereka. Kelas tersebut menjadi ajang curhat. Untuk mencairkan suasana, saya meminta semuanya bertepuk tangan. Masalah pertama telah selesai, dan si notulen dengan giat terus menulisnya. Saya menantangnya dengan masalah kedua. “Coba diskusikan lagi masalah kedua. Apa yang harus kalian usulkan kepada para guru agar masalah pertama tidak terjadi. Sehingga hubungan antara siswa dengan guru menjadi harmonis.” Kembali kelas ramai berdiskusi. Dan mereka kembali melakukan presentasi yang luar biasa. Perhatikan apa sebenarnya yang diinginkan para siswa kelas ‘terheboh’ itu. “Mestinya kami lebih banyak diperhatikan oleh guru.” “Mestinya kami sering diajak bicara oleh guru.” “Mestinya kami lebih sering diajak membuat kesepakatan-kesepakatan.” “Mestinya guru harus percaya kepada kami, tanpa mencatat berlembar-lembar, kami mau belajar.” “Apa mungkin guru mengunjungi rumah kami, agar tahu kami ini adalah keluarga yang tidak lengkap.” Dan klimaksnya, terlontar pernyataan: “Mestinya kami harus disamakan dengan anak yang lain. Tidak dicap nakal.”

     Saya langsung meminta mereka serius dalam menjawab pertanyaan pamungkas dari saya. “Apa jika keinginan kalian dipenuhi, di kelas ini akan terjadi keadaan yang harmonis antara guru dengan kalian? Apakah kalian mau dengan rela dan ikhlas memandang guru kalian seperti orangtua kalian layak yang dihormati?” Mereka serempak menjawab ‘mau’ dan mengangguk. Lalu saya menuliskan di papan tulis untuk di salin oleh siswa di buku tulisnya. Saya menggunakan metode mind map untuk mencatat. Saya tulis di tengah-tengah MENGHORMATI GURU. Lalu saya tarik garis ke atas dengan frase ARTI HORMAT (WHAT). Lalu garis menyamping MENGAPA GURU DI HORMATI (WHY). Dan garis ke bawah SELANJUTNYA BAGAIMANA (WHAT NEXT)? Pada frase ARTI HORMAT, saya tarik garis-garis cabang antara lain kerjasama, saling percaya, memberikan respon positif, tanggung jawab, dan bicara yang santun. Sedangkan pada MENGAPA GURU DIHORMATI?, saya menarik cabang-cabang antara lain merekalah pemberi ilmu, pengubah perilaku negatif, pengajar cara berpikir, sumber profesi dan menyelamatkan dunia dan akhirat. Puncaknya pada frase WHAT NEXT?, dengan tegas saya tulis, harus mengikuti pelajaran, menyelesaikan target belajar, berterima kasih kepada guru dan memohon maaf secepatnya jika mempunyai salah. Dengan antusias semua siswa mencatat mind map di buku tulisnya. Ada yang berbeda dari biasanya. Mereka menulisnya dengan posisi landscape dan dimulai dari tengah. Saya menantang siswa untuk nanti malam di salin kembali ke dalam kertas gambar A3 dengan warna warni. Setelah selesai mencatat, saya bertanya, “Apakah kalian enjoy dengan mencatat model seperti ini? Capai gak?” “Asyiikkk, gak capai ...,” jawab mereka serempak. Lalu saya minta mereka membuka kembali kertas yang berisi nama guru yang tidak disukai, yang mereka tulis di awal belajar. Kembali saya meletupkan emosi mereka. “Coba adik-adik, bayangkan wajah guru yang kalian tulis. Ada tanda tanya disana. Apa maksudnya? Tidak lain adalah pertanyaan yang harus kalian jawab dengan hati kecil kalian. Apa benar mereka cerewet? Apa benar mereka galak? Sehingga tidak kalian sukai atau bahkan membencinya. Apa benar? Coba jawab dengan nurani kalian. Setelah kalian tahu merekalah yang akan menyelamatkan dunia dan akhirat kalian.Merekalah yang berusaha cita-cita kalian terwujud, yang ingin jadi pemain bola, dokter, pelaut bahkan pembalap. Apa kalian sadar, dari guru yang namanya kalian tulis itulah keinginan kalian akan mulai terwujudkan. Lalu apa pantas sekarang kalian mengatakan mereka tidak menyenangkan? Ayo bagi yang merasa masih punya hati, silahkan berdiri, bangkit, temui guru yang kalian tulis tersebut. 

     Ucapkan permohonan maaf yang benar-benar dari hati. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Ayo berdiri cari guru kalian. Dan selanjutnya, ada airmata yang mengucur antara guru dan siswa. Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT, saya berhasil menutup 80 menit mengajar dengan cantik. Siswa memahami pengertian tentang sikap menghormati, mengapa guru harus dihormati dan bagaimana cara siswa menghormati guru dalam kehidupan sehari-hari.b *Disadur dari buku Gurunya Manusia, karya Munif Chatib 



     Tulisan pak munif ini sangat mengelitik saya, karena apa yang telah kita berikan belum tentu diterima oleh siswa. Tulisan pak munif memang sesuai dengan materi perkuliahan yaitu," Menulis momen spesial saat mengajar." Terima kasih pak munif telah membuka cakrawala saya memandang para siswa. 



DESI YARNI, S.Pd
SMPN I KUNDUR UTARA
KARIMUN - KEPRI
Desinajwa.blogspot.com 
     


     

     

     





     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi Pemasaran Buku

BELUT GORENG CABE HIJAU

LONTONG SAYUR